
Dyah Utami Nugraheni (19) tak dapat menyembunyikan rasa gembiranya. Ketika mendapat kabar dari kakaknya, jika dirinya diterima menjadi mahasiswa di Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.
"Waktu dikabari kakak kalau diterima di FK UGM saya langsung berpelukan dengan ibu. Rasa senang dan haru campur aduk jadi satu. Gak nyangka bisa diterima di jurusan favorit kebanyakan pelajar dengan persaingannya cukup ketat," kata Dyah Utami Nugraheni ketika ditemui di rumahnya Dusun Nyamplung Kidul, Desa Balecatur, Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman, Senin (20/6/2016).
Dyah merupakan putri Ngatinem (58) dan bapaknya sudah meninggal tahun 2007 lalu. Sehari-hari Ngatinem bekerja serabutan dan berjualan gorengan yang dititipkan ke kantin sekolah. Penghasilan yang diperoleh setiap bulannya tidak lebih dari Rp 500 ribu. "Gak tentu kerjanya, kalau ada tetangga yang minta tolong baru kerja. Kalau tidak ada ya di rumah saja sambil buat gorengan untuk dijual ke kantin," kata Ngatinem
Untuk hidup berdua dan beaya sekolah, Ngatinem mengaku dibantu kedua anak tirinya. Meskipun dalam kondisi kekurangan, Ngatinem memiliki pemikiran untuk menyekolahkan anak sampai jenjang tertinggi. "Saya tetap mendukung anak untuk bisa mengenyam pendidikan setinggi-tingginya. Alhamdulillah kakak-kakaknya turut mendukung," jelas Ngatinem.
Ngatinem merasa bangga puterinya bisa kuliah di jurusan yang dicita-citakan apalagi tanpa dipungut biaya sepeserpun. Tidak banyak yang bisa dilakukan kecuali hanya memberikan semangat dan dukungan serta doa untuk keberhasilan kelak. "Semoga apa yang diimpikan bisa tercapai, menjadi orang sukses dan bisa membantu masyarakat," harapnya.
Selama ini, Dyah sudah terbiasa hidup prihatin. Namun kondisi ini tidak menyurutkan semangatnya dalam belajar. Bahkan keadaan ini dijadikannya sebagai cambuk untuk lebih berprestasi di sekolah. Hasilnya sangat menyenangkan, sejak bangku SD selalu mendapat juara kelas.
Sedang tingkat SMP dan SMA, Dyah selalu masuk dalam tiga besar di kelasnya. "Tidak ada kiat khusus, hanya belajar secara teratur saja disertai dengan doa," kata alumnus SMA 1 Yogyakarta ini.
Dyah mengungkapkan ketertarikannya menjadi dokter berawal dari kenyataaan di kampungnya masih minim dokter yang melayani masyarakat di sekitarnya. Karena itu ia ingin menjadi dokter dan bisa kembali mengabdi di daerahnya serta melayani masyarakat setempat. “Harapannya nantinya bisa menolong dan membantu saudara dan tetangga sekitar,” kata Dyah yang sejak kecil bercita-cita menjadi dokter.
Selama menjalani kuliah nantinya Dyah dibebaskan dari biaya kuliah hingga usai. Karena ia mendapatkan Beasiswa Pendidikan Bagi Mahasiswa Berprestasi (Bidikmisi) bagi keluarga yang tidak mampu.
Penulis : Heri Purwata